SPEI (Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam) Masa Umar ibn Khathabh Al Faruq




Jadi tulisan di bawah ini merupakan tulisan di blog lama saya murabahah.blogspot.co.id yang saya migrasi ke sini, semoga bermanfaat :)


SPEI Umar ibn Khathabh Al-Faruq
(Masa Jabatan 13H/634M - 32H/644M (10 Th 6 bln))[1]
Ekspansi
Memperluas  wilayah  Islam  hingga  Byzantium  dan  Persia.

Kebijakan Publik
Khalifah mendapat tunjangan sebesar 5000 dirham per tahun, satu stel pakaian musim panas, satu stel pakaian musim dingin, serta seekor binatang tunggangan untuk naik haji.
Mendirikan lembaga survei  yang dikenal dengan Nassab yang bertugas melakukan sensus terhadap penduduk Madinah.
Memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli serta mendirikan dan mensubsidi sekolah dan masjid.
Baitul Maal
-          Umar juga menjadikan Baitul Maal yang memang sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya menjadi reguler dan permanent, kemudian dibangun cabang-cabang di ibu kota provinsi.
-          Harta baitul maal tidak dihabiskan sekaligus, sebagian diantaranya untuk cadangan baik untuk kepentingan darurat, pembayaran gaji tentara dan kepentingan umat yang lain. Baitul maalmerupakan pelaksana kebijakan fiskal negara Islam.
-          Harta baitul maal adalah milik kaum muslimin sedang khalifah dan amil hanya pemegang amanah.
-          Untuk mendistribusikan harta baitul maal umar juga mendirikan: departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif, departemen pelayanan dan pengembangan Islam, dan departemen jaminan sosial. Umar juga mendirikan diwan islam yang bertugas memberikan tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun. 
-          Tunjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Aisyah dan Abbas bin abd mutalib Masing-masing 12000 dirham
2. para istri nabi selain aisyah Masing-masing 10000 dirham
3. ali, hasan, husain dan para pejuang badar Masing-masing 5000 dirham
4. para pejuang uhud dan para migran abisinya Masing-masing 4000 dirham
5. kaum muhajirin sebelum peristiwa fahu makah Masing-masing 3000 dirham
6. putra para pejuang badar, orang yang memeluk Islam ketika fathu makah, anak-anak kaum muhajirin dan anshar, para pejuang perang qadisiyah, uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian hudaibiyah Masing-masing 2000 dirham
7. orang-orang makah yang bukan termasuk kaum muhajirin Masing-masing 800 dirham
-          Semangat pengotrolan cadangan dalam kas Baitul Mall suadh mulai dieperhatikan pada masa ini. Baitul Mall mungkin lebih cocok disebut Bank Sentral atau Bank BI dalam kontek Indonesia. Baitul Mall bertugas untuk mengumpulkan, menyimpan dan menyalurkan devisa Negara. Kekeyaan itu berasal dari berbagai sumber diantaranya zakat, jizyah, kharaj, ‘usyur, khumus, fai, rikaz, pinjaman dan sebagainya.
8. warga madinah 25 dinar
9. kaum muslimin di yaman, syria, irak Masing-masing 200-300 dirham
10. anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui Masing-masing 100 dirham

Kebijakan Moneter
Dalam kebijakan moneter di masa Khalifah Umar, Baitul Maal berlaku seperti Bank Sentral.
Kebijakan-kebijakan Moneter Umar antara lain :
1.      Pembuatan uang dari kulit unta agar lebih efisien, gagasan ini tidak dilaksanakan karena dikhawatirkan unta akan habis dikulit
2.      Pencetakan uang, mengenai pencetakan uang dalam islam terjadi perbedaan pendapat. Namun riwayat yang tebanyak dan masyhur menjelaskan bahwa Malik bin Marwan-lah yang pertama mencetak dirham dan dinar dalam Islam. Sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan Umar yang pertam kali mencetak diraham pada masanya. Tentang hal ini Al-maqrizi mengatakan, ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dia menetapkan uang dalam kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan satupun pada masanya hingga tahun18 H. Dalam tahun ke-6 kekhalifahannya ia mencetak dirham ala ukiran Kisra dan dengan bentuk yang serupa. Hanya saja ia menambahkan kataalhamdulillah dan dalam bagian yang lain dengan kata rasulullah dan pada bagian yang lain lagi dengan kata lailahillallah, sedangkan gambarnya adalah gambar Kisra bukan gambarnya Umar.[2]
Namun dalam riwayat Al-Baihaqi diriwayatkan, ketika Umar melihat perbedaan antara dirham bighali dengan nilai delapan daniq, dan ada dirhamthabary senilai empat daniq, diraham yamani dengan nilai satu daniq. Ketika ia melihat kerancuan itu, kemudian ia menggabungkan dirham islam yang nilainya enam dhraiq. Dan masih banyak riwayat yang lain menerangkan bahwa Umar telah mencetak mata uang islam.[3] Hal ini juga dapat dianalogikan bahwa Umar telah mencetak mata uang islam ketika ia melontarkan berkeinginan untuk mencetak uang dari kulit unta agar lebih efisien, karena khawatir unta akan habis dikuliti maka niat itu diurungkan. Ide ini juga menjadi dasar-dasar menegement moneter.
3.      Penetapan harga barang, Umar sendiri sangat sering turun ke pasar untuk mengecek harga-harga barang agar tidak ada kecurangan. Suatu ketika Umar pernah memarahi Habib bin Balta’ah yang menjual kismis terlalu murah, maka Umar memerintahkan untuk menaikkan harga agar orang lain pun dapat melakukan jual beli.[4] Umar tidak pernah menahan kekayaan Negara, semuanya didistribusikan kepada rakyat sehingga peredaran uang terjadi dalam masyarakat. Umar mengawasi harga barang di pasar sehingga tidak terjadi monopoli, oligapoli dan sebagainya. Kebijakan ini merupakan upaya pelepasan uang kedalam masyarakat untuk ketersediaan modal kerja.
4.      Himbauan sebagai salah satu instrument moneter. Instrument ini lazim digunakan Umar dalam mengatrol kesetabilan ekonomi Negara. Umar mengawasi segala bentuk pembayaran keluar-masuk kas Negara. Umar sering menegur para gubernur agar kutipan kharaj, jizyah, ‘usyur dilakukan dengan benar. Umar tidak membenarkan penyiksaan atau penjara kepada orang yang memang benar tidak sanggup membayar jizyah. Hukuman boleh dilaksanakan apabila terjadi pengingkaran atau sengaja memperrlambat pembayaran. Terhadap ini Umar sangat keras.
5.      Setiap pendapatan berupa ganimah, rikaz, fai, ‘usyur sebagian dikirim ke pusat (Madinah). Pengawasan moneter ala Umar ini sangat ketat sehingga tidak ada penimbunan uang dan barang. Selain itu Valuta asing dari Persia (dirham) dan Romawi (dinar) dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab telah menjadi alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan tidak ada halangan sedikitpun mengimpor dinar atau dirham.
6.      Lebih jauh Umar juga sudah mulai memperkenalkan transaksi tidak tunai dengan mengguanakan cek dan promissory notes. Umar juga menggunakan instrument ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari mesir dan madinah[5]

Kebijakan Fiskal
Kekuatan fiskal suatu Negara tergantung pada kekuatan devisa yang dihasilkan. Fiskal akan berhubungan dengan kebijakan Pendapatan, Belanja, Utang dan Investasi Negara. Kekuatan sebuah Negara dapat diamati dari struktur APBN. Dalam Islam struktur arus keluar-masuk devisa sudah dikenal sejak zaman Rasulullah dan tetap dipertahankan oleh Umar dengan penyempurnaan-penyempurnaan. Penyempurnaan tidak lain terjadi karena perkembangan masyarakat islam yang luar biasa. Struktur pembiayaan fiscal dan penerimaannya pada saat itu mencakup[6]:
Penerimaan
Pengeluaran
Zakat (Harta)
Kharaj (Pajak Tanah)
Jizyah (Pajak Jiwa)
Khumus (1/5 Ghanimah)
Usyur (Bea Cukai)
Fai (Penguasaan tanpa perlawanan)
Ghanimah / Anfal (Rampasan)
Pinjaman Sememntara (Utang)
Penyebaran Islam
Pendidikan dan kebudayaan
Pengembangan ilmu Pengetahuan
Pengembangan infrastruktur
Pembangunan Armada perang dan keamanan
Biaya Moneter (Cetak Uang)
Gaji pejabat dan Pegawai
Pengembangan ke-Qadhi-an (Kehakiman)
Pembangunan Administrasi negara
Layanan Sosial, Hadiah dan Bonus

Umar membagi pendapatan negara menjadi 4:
1.      Zakat dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim,
2.      Kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun,
3.      Laba operasional administrasi dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja,
4.      Dan dana sosial.

Sedangkan, pengeluaran negara dibagi menjadi 3:
1.      pengeluaran sosial,
2.      pengeluaran saat ini yang dibutuhkan (gaji dll),
3.      dan pengeluaran  investasi  (infrastruktur,  modal  kerja  dll); 
Membenahi  administrasi  negara  melalui  gubernur, bendahara pusat dan lokal, dan Diwan (Registrasi negara).
Kepemilikan  harta  akibat perang dibagi  antara yang aktif (1/5 tuk negara, sisanya tuk tentara) atau pasif (hak tanah milik negara, tetap dimiliki  pemiliknya  tapi wajib  bayar  kharaj)  beberapa  alasan Khalifah Umar  adalah mencegah  feodalisme tentara,  mencegah  perbedaan  kelompok  di  Islam,  kesejahteraan  generasi  masa  depan  harus  dipikirkan, distribusi tanah akan terbatas sehingga sulit menciptakan jaminan sosial, menambah keuangan negara dll.

Penerapan  ekonomi  efisiensi    dan  penekanan  pada  produktivitas  sumber  daya  merupakan  pengembangan ekonomi  yang  diterapkan Umar; Distribusi  kekayaan melalui  Zakat, Khums,   Kharaj  (pajak  tanah  dengan proporsional/muqosamah),  Jizyah  (pajak  non-Muslim),  dan  Ushur  (Pajak  luar  negeri  2,5%  Muslim,  5% Kristen, Yahudi, 10% others).

Beberapa laporan tentang keberhasilan kebijakan fiscal Umar dapat kita ketahui dalam sejarah[7]:
-          Saat itu jarang terjadi Angaran devisit. Kecuali hanya sekali pada tahun “Ramadah” kira-kira tahun ke-18 H. Saat itu terjadi terjadi kekeringan di sebagian Negara islam akan tetapi dapat diatasi dengan bantuan makanan dari wilayah lain. Lama masa “ramadah” ada yan meriwayatkan 9 bulan, 1 tahun dan ada yang mengatakan sampai 2 tahun.
-          Sistem pajak proposional (prorposional tex). Umar bin Khattab memungut pajak (Jizyah) dari penduduk Syam dan Mesir yang kaya sebesar 4 dinar dan bagi mereka yang penghidupannya menengah diambil 2 dinar sementara bagi mereka yang miskin tetapi berpenghasilan dikutip 1 dinar. Jadi pajak tidak ditentukan pun dapat memenuhi kehidupannya. Terhadap penduduk Iraq diwajibkan membayar jizyah sebesar 48 dirham bagi yang kaya, 24 dirham bagi kalangan menengah dan 12 dirham bagi kalangan miskin berpenghasilan. Lebih jelasnya dapat diperhatikan tabel berikut:

Klsifikasi wajib pajak
Dinar (4,25 g)
Emas (gram)
Golongan kaya
4
17,00
Golongan menengah
2
8,50
Golongan miskin berpengasilan
1
4,25

Rotasi perhitungan jizyah dalam satu tahun dimulai pada awal bulan Muharram dan ditutup ahkhir bulan Dzulhijjah, hingga selesai penarikan sebelum datangnya bulan Muharram berikutnya. Tiga bulan terakhir adalah untuk ancang dan penyempurnaan perhitungan sehingga genap satu tahun.
-          Besarnya Kharaj (pajak tanah) ditentukan berdasarkan produktifitas lahan, bukan berdasarkan zona. Produktifitas lahan diukur dari tingkat kesuburan lahandan irigasi. Jadi sangat memungkinkan dalam satu wilayah atau areal yang berdekatan akan berbeda jumlah kharaj yang akan dikeluarkan. Kebijakan ini menyebabkan pengusaha kecil yang kurang produktif masih dapat melanjutkan usahanya. Kharaj ada dua macam, yaitu Kharaj ‘Unwah (pajak paksa) kharaj ini berasal dari lahan orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslim secara paksa (peperangan) seperti tanah di Iraq, Syam, Mesir. Umar tidak membatalkan kharaj tanah itu meskipun pemiliknya sudah masuk Islam. Kedua, Kharaj Sulhu (pajak damai) kharaj ini diambil dari tanah dimana pemiliknya telah menyerahkan diri kepada kaum muslimin (berdasarkan perjanjian) damai. Umar telah mengutus Utsman bin Hanif dan Huzaifah bin Nukman untuk melakukan pengukuran tanah-tanah gembur (hitam) dan menetapkan besar kharaj. Setelah menetapkan kriteria tanah yang wajib pajak berdasarkan jenis tanah, jenis tnanaman, proses pengelolaan dan juga hasil akhir, kemudian Umar menetapkan kharaj setiap satu jarib11 gandum basah 2 diham, setiap satu jarib kurma yang baru matang 4 dirham, 4 dirham dari satu jarib jagung basah dan 8 dirham untuk setiap satu jarib kurma kering, 6 dirham untuk setiap satu jarib tebu, anggur 10 dirham, zaitun 12 dirham.
-          Progresseve rate adalah penurunan jumlah pajak bertambahnya jumlah ternak. Hal ini akan mendorong orang untuk memperbanyak ternaknya dengan biaya yang lebih rendah.
-          Perhiungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya keuntungan bukan atas harga jual.
-          Porsi besar untuk pembangunan infrastruktur. Umar bin Khattab mendirikan kota dagana yang besar yaitu Basrah (gerbang untuk perdagangan dengan Romawi) dan Kufah (sebgai pintu masuk perdagangan dengan Persia). Khalifah Umar juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah sehingga orang yang membawa gandum ke Mesir tidak perlu lagi memakai unta karena sekarang mereka bias langsung menyeberang sungai Sinai ke Laut Merah.
-          Manajemen yang baik. Penerimaan Baitul Mall pada masa Umar bin Khattab pernah mencapai 180 juta dirham. Umar juga membuat jaringan yang baik dengan Baitul Mall yang ada didaerah.
Instrumen fiskal pada masa Umar :
-          Peningkatan pendapatan dan partisifasi kerja. Umar selalu memantau pendapatan dan hak-hak pada Baitul Mall. Ia juga memantau tanah-tanah garapan agar tidak ada yang terbengkalai. Pendistribusian harta dengan cara ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan agregatif.
-          Pemungutan pajak. Kebijakan ini berhasil menciptakan stabilitas harga dan mengurang inflasi. Pada saat stagnasi, menurunnya permintaan dan penawaran agregat, pemerintah dapat mendorongnya dengan pajak Khumus. Dengan kebijakan ini harga tetap stabil dan produksi tetap berjalan
-          Pengaturan anggaran. Pengaturan anggaran yang cermat dan proporsional menjaga keseimbangan tidak akan terjadi budget deficit malah surplus.

Belanja Pemerintah pada masa Umar, digolongkan menurut prioritasnya[8] :
Primer
Sekunder
Biaya Pertahanan
Penyaluran ‘Usyur kepada mustahiq
Membayar gaji pegawai, guru, imam, qadhi, muadzin, dan pejabat Negara
Infrastruktur (gali teluk)
Biaya fasilitas kehakiman
Biaya pencetakan dirham baru (biaya moneter)
Lampu penerang Masjid
Membayar upah sukarelawan
Membayar utang Negara
Bantuan Imergensi dan musafir
Beasiswa yang belajar ke Madinah
Hiburan untuk delegasi asing, biaya perjalanan
Hadiah untuk pemerintah Negara lain (Masa rasul)
Membayar denda atas mereka yang mati terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan Islam
Pembayaran utang orang Islam yang meninggal dalam keadaan miskin
Pembayaran tunjangan untuk orang miskin
Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah
Persediaan darurat

Ada dua kebijakan yang selalu dilakukan Rasul, Khulafaurrasyidin termasuk Umar bin Khattab dalam mengelola belanja pemerintah yaitu pertama, mendorong masyarakat untuk beraktifitas ekonomi baik secara sendiri-sendiri atau kelompok tanpa bantuan Baitul Mall. Kedua, tindakan atau kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan bantuan dana Baitul Mall.

Perkembangan Akuntansi
Khalifah Umar r.a membuat gebrakan dengan merombak sistem administrasi pada Baitul MaalPada masa ini pula telah dikenal istilah Diwan yang pertama kali diperkenalkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas (636 M)
Diwan
Asal kata Diwan dari bahasa arab yang merupakan bentuk kata benda dari Dawwana yang berarti penulisan. Sehingga dapat diartikan bahwa Diwan adalah tempat dimana pelaksana duduk, bekerja dan dimana akuntasi dicatat dan disimpan. Diwan ini berfungsi untuk mengurusi pembayaran Gaji.
Pada Diwan yang dibentuk oleh khalifah Umar terdapat 14 departemen dan 17 kelompok, dimana pembagian departemen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas dalam sistem keuangan dan pelaporan keuangan yang baik. Pada masa itu istilah awal pembukuan dikenal dengan Jarridah atau menjadi istlah Journal dalam bahasa Inggris yang berarti berita. Di Venice istilah ini dikenal dengan sebutan zournal.
Istilah akuntan dikenal dengan berbagai nama dalam Islam seperti: Al-Amel, Mubashor, Al-Kateb, namun yang paling terkenal adalah Al-Kateb yang menunjukan orang yang bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan maupun non-keuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan nama Muhasabah/ muhtasib yang menunjukkan orang yang bertangung jawab melakukan perhitungan.
Muhtasib
Muhtasib adalah orang yang bertanggung jawab atas lembaga Al Hisba. Muhtasib bisa juga menyangkut pengawasan pasar yang bertanggung jawab tidak hanya menyangkut masalah ibadah.

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa muhtasib adalah kewajiban publik. Muhtasib ini bertugas menjelaskan berbagai tindakan yang tidak pantas dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan. Alhisbah tidak bertanggung jawab kepada eksekutif. Termasuk tugas muhtasib adalah mengawasi orang yang tidak shalat, yang tidak puasa, mereka yang memiliki sifat benci, berbohong, melakukan penipuan, mengurangi timbangan, praktek kecurangan dalam industri, perdagangan, agama dan sebagainya.

Muhtasib memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan sosial, pelaksanaan ibadah pribadi, dan pemeriksaaan transaksi bisnis. Akram Khan memberikan 3 (tiga) kewajiban muhtasib ini:
1.      Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiataan ibadah: semua jenis shalat, pemeliharaan masjid.
2.      Pelaksanaan hak-hak masyarakat: perilaku di pasar, kebenaran timbangan, kejujuran bisnis.
3.      Pelaksanaan yang berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan, lampu jalan, bangunan yang mengganggu masyarakat,dsb.

Fungsi Muhtasib :
-          Fungsi muhtasib bukan di bidang moral dan agama, tetapi di bidang pelayanan umum (public services)
-          Fungsinya menyangkut semua penegakan hukum agar tidak ada pelanggaran hukum baik hukum sipil atau hukum yang berkaitan dengan ibadah. Kalau ini yang kita anggap sebagai unsur utamanya akuntansi, maka lebih ”compatible” dengan sistem akuntansi Ilahiyah dan akuntansi Amal yang kita kenal dalam al-Qur’an. Atau lebih dekat dengan ”auditor” dalam bahasa akuntansi kontemporer.

Daftar Rujukan
Abubakar, I. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN-Malang Press
CIES FEB UB. 2012. Hand Book Ekonomi Islam. Malang: CIES
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi. Tanpa tahun.  Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab. Terjemahan olehAsmuni Solihan Zamakhsyari. 2006. Jakarta: Khalifa
Karim, Adi Warman A. 2001. Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani
NN. Tanpa Tahun. Ekonomi Islam, (online), (http://mumbasitoh.4t.com/custom4_2.html), diakses 16 Maret 2013
Riswandi, D. 2012 .Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab, (online), (http://ekisonline.com/2011-07-25-15-58-1/item/48-kebijakan-ekonomi-umar-bin-khattab), diakses 16 Maret 2013

Salim, Jul F. 2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Khulafaurrosyidin, (online), (http://julfahmi25.blogspot.com/2012/09/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-masa_6.html), diakses 16 Maret 2013

 


والله أعلم بالصواب
Semoga Bermanfaat :)





[1] Istianah Abubakar. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN-Malang Press. 2008. halaman 32
[2] Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab. Jakarta: Khalifa. 2006. halaman 334
[3] Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab. Jakarta: Khalifa. 2006. halaman 335
[4] Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab. Jakarta: Khalifa. 2006. halaman 612
[5] Adi Warman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani. 2001. halaman 28
[6] Adi Warman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani. 2001. Halaman 48-51
[7] Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab. Jakarta: Khalifa. 2006. Halaman 612
[8] Adi Warman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani. 2001. Halaman 51

Comments

Popular posts from this blog

Menikahlah! maka Allah PASTI akan menolongmu! (Kisah Founder iCampus Indonesia dan iShop Campus)

Lagu-Lagu Tugas Ospek + Lirik (Buruh Tani, Darah Juang, Hymne Universitas Brawijaya)